Latar Belakang
Kepemimpinan di Indonesia sekarang di tengah situasi yang masih serba
terbelakang dan miskin prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari
sosok pemimpin yang ideal, karena sulitnya Indonesia mencari pemimpin yang ideal, sehingga
Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di
mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan
motivasi yang lebih tinggi. Kepemimpinan jenis ini
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran
(exchange process) di mana para
pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan
perintah-perintah pemimpin, lain hal dengan kepemimpinan transformasional yang mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan
cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan
kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau
kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang
relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan
tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di
Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak
sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi
para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri,
misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya untuk memperoleh suara.
Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita
perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai
janji setinggi-tingginya agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang
disertai dengan imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan
ketika pemimpin tersebut terpilih ternyata sangat banyak janji ketika pemilu
tidak bisa direalisasikan.
Kekuasaan adalah suatu hal yang sangat erat kaitannya
dengan kehidupan masyarakat terutama
sosok pemimpin. Maka dari itu, tentunya orang yang
berkuasa harus benar – benar dapat membawa masyarakat kearah kemajuan dan bukan
sebaliknya malah membebani masyarakat dengan segala kebijakannya yang hanya
berpihak pada kepentingan golongan tertentu saja. Oleh karena itu, dalam
memilih pemimpin yang nantinya akan berkuasa, maka kita harus mempunyai beberapa kriteria untuk
dijadikan acuan sehingga pemimpin yang kita pilih nantinya benar-benar
merupakan seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan dapat membawa masyarakat
kearah kemajuan atau kehidupan yang lebih baik.
Untuk itu pada makalah saya akan membahas pemimpin, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan ideal yang
dibutuhkan masyarakat indonesia saat ini. Sehingga kita bisa mengetahui gaya kepemimpinan yang
khas dari mereka. Dan diharapkan kita akan mampu untuk mengetahui gaya
kepemimpinn apakah yang sekarang dibutuhkan di Indonesia agar Indonesia berani
tampil dan bersaing dengan negara lain, sehingga keberadaannya akan diakui dan
dihormati.
PEMBAHASAN
A. Arti Pemimpin dan
Kepemimpinan
Pemimpin adalah orang yang memimpin.
Memimpin menurut kamus bahasa Indonesia artinya membimbing, menuntun,
mengarahkan, mengepalai. Jadi pemimpin adalah orang yang mampu membimbing,
menuntun, mengarahkan, ataupun mengepalai. Sedangkan kepemimpinan adalah cara –
cara yang dilakukan dalam memimpin tersebut. Atau menurut Mumford 1906-1907)
Kepemimpinan adalah sebagai keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam
kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial. Menurut Chapin (1924) kepemimpinan
adalah titik sentral untuk kerja sama kelompok. Dan Knickerbocker (1948)
berpendapat bahwa bila dilihat dari kerangka dinamika tingkah laku sosial,
kepemimpinan adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu dan
terdiri dari hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Seorang pemimpin tidak selalu identik dengan
penguasa. Ada banyak pemimpin yang tidak memiliki kekuasaan dan sebaliknya ada
banyak penguasa yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Rakyat, semakin hari
semakin kritis, mampu membedakan mana pemimpin dan mana penguasa. Rakyat butuh
pemimpin dan bukan penguasa. Karena untuk dapat mengarahkan ataupun membimbing
rakyat kearah kemajuan yang dibutuhkan adalah orang yang cerdas, baik cerdas intelektual,
emosional, maupun spiritual atau dalam hal ini adalah seorang pemimpin dan
bukan orang yang hanya memiliki kekuasaan.
B. Kepemimpinan
Transaksional
Kepemimpinan
Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak
sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para pengikutnya
merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan,
kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan
tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di
perusahaan sering tujuan pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan
sehingga terjadi peerselisihan industrial.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para
pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi
tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu
untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para
pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Taman Rekreasi yang akan meloncat jika pelatihnya
memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-lumba tidak akan
meloncat.
a. Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah: Kepemimpinan merupakan pertukaran
sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
b. Pertukaran tersebut meliputi
pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
c. Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan
pemimpin dan para pengikutnya.
d. Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang
disediakan oleh pemimpin.
e Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk
mempertahankan suatu hubungan sosial.
Yang lebih miris lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu
dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam inilah yang
menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus
pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang diperjuangkan bukan lagi
kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik
inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya menjadi slogan yang sering
diucapkan, tanpa dipraktikkan. Hal
ini sangat bertentangan dangan firman Allah Swt
dalam surah Shaff ayat 2-3:
“Wahai orang-orang beriman,
mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian
di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Shaff [61]: 2-3)
C. Bekal Dasar Seorang Pemimpin
Dalam kepemimpinan, ada tiga bekal
dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Yakni memiliki kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Idealnya pimpinan
yang bijaksana adalah pemimpin yang memiliki ketiga faktor tersebut. Sekarang
ini kecerdasan intelektual saja tidak cukup dalam memimpin. Banyak pemimpin
yang luar biasa cerdas tapi gagal dalam kepemimpinannya karena pemimpin
tersebut tidak memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Seorang pemimpin sudah pasti mampu
mengelola kemampuan otaknya agar tidak gagap ketika menghadapi persoalan
seberat apa pun. Karena tugas dan tanggung jawab yang dipikulnya amat berat,
kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki. Seorang
pemimpin tidak hanya dituntut untuk mampu mengatur anak buahnya ataupun rakyatnya
akan tetapi juga harus mampu dalam memberdayakan potensi yang dimilikin anak
buahnya. Ia mampu membangun strategi, mancari peluang dan mengantisipasi setiap
bentuk ancaman yang menghadang didepan mata. Pemimpin yang cerdas otaknya akan
cepat dalam memahami persoalan dan tepat dalam mengambil keputusan. Dengan
demikian, tugas-tugasnya dan target kerja dapat terpenuhi. Suatu negara yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual akan
memiliki harapan untuk selalu eksis dalam menyesuaikan diri dengan laju
perubahan. Ketika perubahan mengalami percepatan yang signifikan, maka seorang
pemimpin pun dituntut untuk memiliki kemampuan yang signifikan.
Bekal
dasar kedua yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan emosional.
Yang dimaksud kecerdasan emosi adalah kecerdasan dalam membangun hubungan
dengan sesama manusia. Seorang pemimpin harus bisa membangun kerja sama dengan
anak buahnya dalam usaha mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Salah
satu substansi dari kepemimpinan adalah bagaimana mempengaruhi orang lain untuk
mau mengikuti arahan ataupun bimbingan dari kita. Sehingga seorang pemimpin
dituntut untuk dapat membangun hubungan baik dengan bawahannya sendiri ataupun
rakyatnya juga dapat membangun hubungan dengan bangsa lain untuk menjalin
kerjasama. Untuk dapat membangun hubungan yang baik tersebut, maka seorang
pemimpin harus pandai membawa diri ketika menghadapi orang lain atau dalam hal
ini tahu menepatkan diri ketika harus berhadapan dengan rakyat biasa,
cendikiawan, bawahan, ataupun negara lain.
Sejak terbukti secara
ilmiah dan disepakati secara global bahwa kecerdasan emosilah yang lebih
menentukan kesuksesan dari seseorang, kecerdasan emosi ini dikaitkan dengan
banyak hal. Salah satunya adalah kepemimpinan.
Adapun komponen
kecerdasan emosi yang diperlukan dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi Pribadi (Intrapersonal Skill)
Kompetensi Pribadi melibatkan dua domain
kecerdasan emosi yaitu:
a. Kesadaran diri. Kesadaran ini adalah rasionalitas
untuk memahami diri sendiri menyangkut kelebihan (Strength), kelemahan
(Weakness), tantangan atau peluang (Opportunity) yang bisa didapat dan ancaman
(Thread) yang dapat mengganggu sesuai dengan karakter yang dimiliki. Analisa
ini dikenal dengan singkatan SWOT. Kesadaran ini kemudian akan berlanjut pada
penilaian pada diri yang akurat dan pembentukan kepercayaan diri
b. Pengelolaan Diri. Pengelolaan diri adalah
kemampuan untuk memanfaatkan secara optimal analisa SWOT menjadi sebuah
pemberdayaan diri melalui kemampuan untuk meyesuaikan diri dengan lingkungan,
kemampuan untuk berinisiatif, kemampuan menetapkan terget dan kemampuan untuk
membangun sikap optimis.
2. Kompetensi Sosial (Interpersonal Skill)
Kompetensi Sosial
melibatkan dua domain kecerdasan emosi yaitu:
a. Kesadaran sosial. Kesadaran sosial adalah
kemampuan untuk berempati terhadap orang-orang yang dipimpin. Empati yang
menyebar pada orang-orang yang berada pada satu organisasi akan menjadi sebuah
kesadaran organisasional yang berorientasi pada kesadaran untuk pelayanan bukan
dilayani.
b. Pengelolaan Relasi. Kemampuan untuk memberi
pengaruh pada orang lain diwujudkan dalam bentuk teladan sehingga menjadi
inspirational leadership, atau kepemimpinan yang menginspirasi. Ciri dari
bentuk kepemimpinan ini adalah mampu menjadi katalis perubahan, mengembangkan
orang lain di sekitar dan merekatkan hubungan dalam organisasi sehingga
tercipta loyalitas.
Berdsarkan tinjauan iklim emosi yang
diterapakan, maka dapat dilihat perbedaan dari gaya kepemimpinan yang terdiri
dari :
a. Visioner, merupakan gaya kepemimpinan yang
menggerakkan suatu organisasi ke arah impian atau pencapaian visi yang baru.
Iklim emosi yang diterapkan tergolong paling positif dibandingkan gaya
kepemimpinan lain.
b. Pembimbing, merupakan gaya kepemimpinan yang
menjelaskan hubungan antara aktivitas
dengan sasaran organisasi. Iklim emosi yang diterapakan tergolong
positif.
c. Afiliatif, yaitu gaya kepemimpinan yang bertujuan
untuk menciptakan harmoni. Iklim emosi yang diterapkan tergolong positif.
d. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang
menekankan pada pertisipasi anggota organisasi. Iklim emosi yang diterapkan
tergolong positif.
e. Penentu kecepatan, yaitu gaya kepemimpinan yang
sesuai diterapkan saat menghadapi tantangan atau sesuatu yang menarik, juga
menginginkan hasil dengan kualitas tinggi. Iklim emosi yang diterapkan kalau
dilaksanakan secara buruk justru akan memperburuk situasi.
f. Memerintah, yaitu gaya kepemimpinan pada situasi
kritis dan memerlukan tindakan segera. Iklim emosi yang diterapkan kalau dilaksanakan
secara buruk justru akan memperburuk situasi.
“Kemampuan
untuk melihat kesesuaian seseorang pemimpin terletak pada penggunaan kecerdasan
emosi”
Bekal dasar ketiga yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan spiritual. Pemimpin dalam dimensi dunia
akhirat, mampu memimpin anak buahnya menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Bertakwa, sudah pasti yang bersangkutan memiliki agama. Takwa,
secara makro diartikan sebagai menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Tak peduli agama apa pun, pemimpin yang selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan akan selalu mengarahkan anak buahnya ke jalan yang benar.
Ketakwaan ini menduduki rangking teratas dalam kriteria seorang pemimpin masa
kini. Takwa mengandung implikasi positif terhadap pola–pola kepemimpinan, baik
untuk pemimpin itu sendiri maupun orang lain. Pemimpin yang bertakwa pasti
memiliki kendali diri yang kuat sehingga tidak gampang tergoda untuk melakukan
tindakan–tindakan yang negatif. Pemimpin yang bertakwa akan mampu membedakan
mana yang haq dan mana yang batil. Dimana dengan sendirinya akan mewarnai
seluruh aktivitasnya dengan nilai-nilai yang positif.
Kebanyakan kasus penyimpangan yang
terjadi dewasa ini disebabkan oleh rendahnya kadar ketakwaan pada seorang
pemimpin. Walaupun otaknya cerdas, namun karena tidak memiliki bekal agama yang
kuat, sehingga cenderung melanggar etika dan norma-norma yang berlaku. Pemimpin
yang pas-pasan pengetahuan agamanya akan susah untuk membedakan mana halal dam
mana haram. Bahkan tidak mustahil otaknya tidak mau dipersulit dengan perbedaan
tersebut.
D. Pemimpin Ideal Rakyat Indonesia
Dari berbagai macam tipe kepemimpinan
seperti yang telah dipaparkan secara singkat diatas, maka tentunya akan muncul
suatu pertanyaan bagi kita semua pemimpin seperti apakah sebenarnya yang ideal
untuk bangsa Indonesia. Secara garis besar, karena kultur bangsa Indonesia yang
bermacam-macam, maka tentunya dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat menyatukan
kebhinekaan yang ada di masyarakat Indonesia ini. Untuk dapat menyatukan
tersebut tentunya bukanlah hal yang gampang. Pemimpin tersebut harus mengetahui
betul bagaimana karakter dari bangsa Indonesia sendiri. Karena untuk dapat
menentukan sikap apa yang akan kita lakukan maka kita harus tahu terlebih
dahulu mengenai hal yang akan kita hadapi tersebut. Begitu juga seorang
pemimpin maka ia harus tahu betul bagaimana kondisi rakyat yang akan
dipimpinnya. Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki tiga bekal utama
seperti yang telah dipaparkan pada bagian awal yaitu kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Karena tanpa ketiga bekal dasar
tersebut maka seseorang tidak akan bisa untuk menjadi seorang pemimpin yang
bertangguang jawab.
Kemampuan lain yang juga dituntut untuk
dimiliki oleh pemimpin suatu negara adalah kemampuan untuk dapat memanajerial
bawahannya. Sehingga pembagian peran atau tugas dari bawahan dapat berjalan maksimal. Untuk
itu, pemimpin tersebut harus mampu menciptakan visi, membuat strategi, dan mampu manjadi
pengontrol serta pengarah dalam pencapaian visi tersebut.
Selain itu juga, seorang pemimpin harus
benar-benar memperhatikan kondisi rakyatnya secara keseluruhan dan tidak boleh
hanya memperhatikan golongan tertentu saja atau orang-orang yang menengah
keatas. Memperhatikan ini tidak hanya kesejahteraan saja, akan tetapi juga
kondisi kesehatan dan pendidikan. Karena hal itulah yang harus diutamakan untuk
dapat membawa bangsa ini kearah yang lebih baik lagi.
Gambaran garis besar lainnya tentang pemimpin
ideal yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah pemimpin yang selalu
berfikir untuk terus menerus meningkatkan kinerjanya dalam pencapaian pembangun
berkelanjutan di Indonesia. Hidup selalu bergerak kedepan. Dimana waktu tidak
pernah mundur kebelakang. Masa lalu adalah masa lalu, tidak mungkin akan
melompat kemasa depan. Artinya, dalam hidup ini manusia dituntut untuk berfikir
kedepan. Karena masa depan itu lebih penting daripada masa lalu walaupun masa
lalu itu sangat indah. Pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik inipun telah
diingatkan oleh Allah SWT dalam Surat Al Ashr ayat 1-3 yaitu :
“ Demi
masa. Sesungguhnya semua manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali
mereka yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasihati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasihati supaya menetapi kesabaran”.
Seorang pemimpin yang mempunyai prinsip
bahwa waktu adalah uang akan selalu berusaha untuk terus meningkatkan potensi
dirinya dan juga kemajuan rakyatnya. Pemimpin yang merasakan betapa berharganya
waktu pasti akan mendasari langkah-langkahnya dengan prinsip “Hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
Dunia selalu berubah, ia pun harus
berubah pula. Pemimpin yang berpandangan positif seperti ini pasti akan
mendambakan masa depan yang lebih baik daripada sekarang. Dengan kesadaran akan
pentingnya waktu tersebut, maka tiada hari tanpa perbaikan prestasi.
Hari-harinya akan disibukkan oleh hasrat untuk memperbaiki kinerja dan
prestasinya. Ia akan melakukan segala cara untuk memperoleh hasil terbaik
sehingga menguntungkan semua pihak. Dan dengan diimbangi kecerdasan spiritualnya, ia tidak
akan mau merugikan orang lain yang berarti merugikan dirinya sendiri dan ia
tidak akan bosan-bosannya untuk belajar apa saja untuk mewujudkan hasratnya
tersebut.
Dan terakhir, gambaran seorang pemimpin
ideal yaitu seorang pemimpin yang selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT.
Karena sepandai-pandainya manusia, sehebat-hebatnya manusia ia hanyalah manusia
biasa yang penuh dengan kelemahan. Dengan selalu menyadari kelemahan dirinya,
manusia pasti akan selalu melakukan kontak dengan Tuhannya. Ia akan selalu berusaha mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan selalu menghadirkan Tuhan dilubuk hatinya. Sehingga
dengan bekal ketakwaannya inilah ia dapat menjalankan amanahnya dengan baik
sehingga rakyat pun benar-benar diarahkan kejalan yang lebih baik juga.
PENUTUP
Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat mendasar dalam
kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya semua manusia adalah pemimpin, baik
memimpin dirinya sendiri maupun orang lain. Ketika harus memimpin orang lain
inilah kepemimpinan menjadi suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Dasar
kepemimpinan adalah mengorangkan orang. Memimpin adalah menempatkan orang pada
posisinya yang semestinya. Dengan dasarnya adalah kemanusiaan, karena yang dibicarakan
disini adalah kepemimpinan manusia atas manusia. Seorang pemimpin akan mendapat
respek dari rakyatnya ketika pemimpin tersebut mampu memanusiakan diri mereka
serta dapat menjadi teladan bagi rakyatnya tersebut.
Ada beberapa tipe kepemimpinan menurut
gaya kepemimpinannya diantaranya yaitu tipe kepemimpinan otoriter, demokratis,
paternalistik, dan partisipatif. Dimana pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
tahu menempatkan dirinya serta mampu memahami kondisi orang yang dipimpinnya.
Karena untuk dapat mengarahkan orang tentunya kita harus tahu betul akan
karakter orang yang dipimpin tersebut.
Kepemimpinan sangat erat kaitannya
dengan kekuasaan. Oleh sebab itulah, dalam memilih pemimpin kita harus
mempunyai beberapa kriteria untuk dijadikan acuan sehingga kita tidak salah
dalam memilih pemimpin yang nantinya akan berkuasa dan mudah-mudahan akan ada
sosok pemimpin bangsa yang benar-benar bertanggung jawab dan dapat membawa masyarakat
kita kearah kemajuan atau kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Irmim, Soejitno dan
Abdul Rochim. 2004, Pemimpin yang
Betul-Betul Terhormat. Malang. Bayumedia Publishing
Moedjiono, Imam.
2002, Kepemimpinan dan keorganisasian.
Yoyakarta. UII Press
Nggermanto, Agus.
2004, Quantum Quetiont. Bandung.
Nuansa
Maxwell, John C.
2001, The 21 Irrefutable Laws Of
Leadership. Batam. Interaksara
Hajar, Ibnu. 2004, Kiai Di
Tengah Pusaran Politik. Jogjakarta. IRCiSoD
Al Qur’an dan
Terjemahnya
Gibson,
Ivancevich dan Donnely. 1993, Organisasi dan manajemen . Jakarta. Erlangga
Tulisan ini saya buat sebagai sala satu persyaratan training tingkat nasional pada 20 januari 2013- 02 Februari 2013 di Kota kediri
Tulisan ini saya buat sebagai sala satu persyaratan training tingkat nasional pada 20 januari 2013- 02 Februari 2013 di Kota kediri
No comments:
Post a Comment