Thursday, March 1, 2012

PANGERAN DIPONEGORO BERDARAH BIMA PANGERAN DIPONEGORO BERDARAH BIMA

Pada catatan kaki buku berjudul Asal Usul Perang Jawa karangan Dr. Peter Carey tertulis :


“Moyang perempuan Dipanegara, Ratu Ageng ( Tegalrejo ) ( C. 1735 - 1803 ) adalah putera Ki Ageng Derpayuda, Kyai termashur pada awal abad 18 yang berdiam di kawasan Sragen di dekat Surakarta. Melalui Ibunya Ni Agung Derpayuda ratu Ageng ( Tegalrejo ) dilahirkan dalam generasi Ketiga dari Sultan Bima di Sumbawa, kesultanan di Indonesia bagian Timur yang tersohor ketaatannya pada agama Islam. Karena itu dalam diri Dipanegara mengalir darah Madura ( dari neneknya ratu Kedhaton ) yang meninggal tahun 120 dan darah Bima”.

Pada dokumen lain yang berasal dari Raja-Raja Mataram ada disebutkan : “Kyai Suleman Bekel Jamus (Surakarta ) adalah putera raja Bima dan lahir 1601”. Dokumen ini memberikan petunjuk bahwa dalam abad 17 di Kerajaan Mataram ada putera Raja Bima yang sedang mengabdi di sana. Dihubungkan dengan tulisan Dr. Peter Carey, maka kedua dokumen itu saling mengukuhkan dan membenarkan.

Dikaitkan dengan silsilah Raja-Raja Bima, kelahiran Kyai Suleman tahun 1601 sama dengan tahun kelahiran Sultan Abdul Kahir, Sultan pertama Kerajaan Bima. Antara Kyai Sulaiman dan Sultan Abdul Kahir sebaya. Dari data tersebut tidak mungkin saudaranya Sultan Abdul Kahir apalagi keturunan generasi berikutnya sebagaiman dikemukakan sementara orang, yang kawin dengan Puteri Madura. Melainkan setidak-tidaknya salah seorang keluarga Raja Bima generasi ayah Sultan Abdul Kahir yakni pamannya yang kawin dengan Ratu Kedhaton Puteri Madura. Siapakah paman Sultan Abdul Kahir yang kawin dengan Ratu Kedhaton dari Madura ? Berorentasi kepada waktu, maka periode masa pemerintahan Raja Bima Ma Waa Ndapa mempunyai kaitan dengan data yang dikemukakan. Ma Waa Ndapa mempunyai 5 orang anak, 4 orang putera dan seorang puteri yaitu :
  1. Sarise, menjadi Raja Bima.
  2. Mantau Asi Sawo, menjadi Raja Bima, melahirkan Sultan Abdul Kahir.
  3. Manuru Sarei.
  4. Salisi, Raja Ma Ntau Asi Peka, Menjabat wali Raja bima.
  5. Seorang puteri, Ibu Bumi Jara.
Keempat saudara itu hanya Manuru Sarei yang tidak menjabat jabatan resmi Kerajaan. Pendapat itu diperkuat dengan namanya Manuru sarei yang artinya yang tinggal dihalaman. Pada masa pemerintahan Raja Ma Ntau Asi Sawo Kerajaan Bima mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi dan mempunyai hubungan dengan Bandar Gowa dan Gresik – Surabaya. Namun sesudah Raja Ma Ntau Asi Sawo wafat, saudaranya Salisi Ruma Ma Ntau Asi Peka memangku sebagai wali kerajaan disebabkan putera mahkota yakni Ruma Ma Mbora di Mpori Wera belum mencapai usia dewasa. Dalam kesenjangan waktu tersebut Ia ingin merebut tahta kerajaan sehingga timbul kemelut politik yang berkepanjangan serta meminta korban besar baik jiwa maupun materi. Rupanya dalam kemelut itu saudaranya Ma Nuru Sarei meninggalkan Bima menuju pula Jawa mengikuti jalur perdagangan yakni di Gresik. Gresik disamping pusat perdagangan Islam juga menjadi pusat pengembangan agama Islam. Manuru Sarei memeluk agama Islam. Karena Dia adalah salah seorang keturunan Raja Bima maka perkawinannya dengan Ratu Kedhaton tidak ada masalah.

Selanjutnya Dr. Peter Carey menulis :

"Ibu Dipanagara Raden Ayu Mangkara Wati ( c. 1770 – 1852 ) isteri tidak resmi ( Garwa Ampean ) Sultan Hamengku Bowono III ( m. 1812 – 1814 ) adalah anak keturunan Kyai Ageng Prampelan ( orang dipuja-puja dizaman Senopati”.

Dari data serta keterangan tersebut dapat disimpulkan :
  1. Kyai Ageng Derpa Yuda adalan anak Kyai Sulaiman Putera Raja Bima
  2. Kyai Ageng Derpa Yuda mempunyai puteri bernama Ratu Ageng yang tinggal di Tegalrejo
  3. Ratu Ageng Tegalrejo mempunyai puter bernama Raden Ayu Mangkara Wati.
  4. Raden Ayu Mangkara Wati kawin dengan Sulta Hamengku Bowono III.
  5. Dari perkawinannya itu melahirkan pangeran Diponegoro yang dikenal pula dengan nama pangeran Ngabdulkamid.
Dalam diri pangeran Diponegoro pahlawan Nasional pahlawan nasional mengalir darah campuran Bima – Madura sebagai cikal bakal moyangnya lahir sebagai generasi kelima. Selama dalam pengasingan Belanda Pangeran Diponegoro menggunakan namaPangeran Ngabdulkamid.(*86)

(sumber: http://fitua.blogspot.com/2011/11/pangeran-diponegoro-berdarah-bima.html)

No comments: