Tuesday, February 19, 2013

Interaksi Dinamika Nasional Dan Kepentingan Global


Oleh M. Sir Hasanal Kholqi pada 16 Februari 2013 pukul :24 ·

5. Interaksi dinamika nasional dan kepentingan global

Sepanjang pemerintahannya sejak 2004 dan periode kedua 2009 hingga buku ini di tulis, SBY prsktis tidak banyak berbuat untuk kepentingan bangsa dan negaranya karena waktu, tenaga, dan pikiranya lebih banyak di abdikan untuk kepentingan global. Selain harus menuruti perintah majikannya yakni neolib internasional, pada periode ke dua masa jabatan kepresidenya praktis SBY sudah menjadi ”LAME DUCK” atau “BEBEK LUMPUH” yang sudah tidak produktif lagi. Menurut majalah ekonomist: “Barely half way through his second term, Mr. Yudhoyono alredy looks like a lame duck”.

5.1 Perang 2014 sudah di mulai.

Mencermati dinamika nasional yang berkembang dan pengaruh serta kepentingan global, saat ini perang 2014 sudah di mulai. Dalam peperangan yang penuh dengan “TRICK” dan “INTRICK” ternyata justru terjadi di kalangan istana. Dapur cikeas panik pasalnya siapa lagi kalau bukan ulah Meneg BUMN Dahlan iskan. Karir politik Dahlan Iskan telah di design dari dapur Cikeas oleh Hartati Murdaya, Budi sStiawan (Mantan Dirjen Agama Budha dan Ani Yudhoyono sendiri. Awalnya Dahlan Iskan di tugasi untuk membersihkan PLN dari “KEROYOKAN” supplier-supplier yang mengatas namakan Partai Demokrat sehingga bisnis kelompok Murdaya menjadi semakin kecil. Tugas tersebut oleh dahlan iskan telah berhasil di laksanakan dengan baik, sehingga akhirnya lewt jalan Tol Cikeas dapat melenggang dengan tenang untuk di promosikan menjadi Meneg BUMN. Namun bagai di sambar petir di siang hari bolong, ketika menjabat Meneg BUMN sekonyong-konyong di temukan bukti-bukti yang menunjukka bahwa Dahlan Iskan secara tenang-tenangan main mata dengan Jusuf Kalla (JK) yakni sahabat lamanya yang pernah memback-up berkembangnya koran RADAR di hampir setiap kota untuk menekan TRIBUN-nya KOMPAS.
Banyak kalangan membaca langkah Dahla Iskan meniru cara Abu Rizal Bakrie dalam meniti karir politiknya yakni, pertama “MBALELO” kepada konglomerat yang menjadikan dan menolongnya masuk kedalam arena politik, kemudian selanjutnya membangun pencitraan dirinya supaya di perhitungkan di pelataran Politik Nasional. Banyak hal Dahlan Iskan ternyata lebih piawai di bandingkan Abu Rizal Bakrie dalam membangun pencitraan karna ibarat media Dahlan Iskan tahu bagaimana selera pembaca. Namun karena keduanya sama-sama berangkat dari bisnis yang kurang bersih dalam memperkaya diri, sehingga keduanya mudah di kendalikan dengan “REMOTE CONTROL”. Bagi kacamata inteligen, ini adalah justru sangat memudahkan dalam mendeteksi pencitraan yang di bangun dan respon kepercayaan masyarakat kepada mereka. Fenomena Dahlan Iskan yang “NOTHING TO LOOSE” dan penuh kepasrahan karena hampir mati sewaktu operasi cangkok hati di China, patut di cermati dan di baca secara seksama bagaimana dia memainkan perannya, dagangan politiknya dan kemana arahnya akan di persembahkan atau hanya sekedar bermain untuk jualan kepada yang jelas nanti sebagai potensial pemenang.

5.2 Ada apa dengan SBY dan Istrinya?

Apa benar keduanya sudah tidak sejalan dalam setrategi 2014 sekaligus strategi penyelamatan kroni-kroninya pasca SBY berkuasa. Bagaimana ceritanya bahwa Jusuf Kalla tiba-tiba menjadi berperan penting.
Alkisah, adalah kira-kira pada pertengahan tahun 2011 Wapres Boediono bertemu dengan salah satu tokoh keagamaan. Dalam perbincangan kurang lebih dua jam lamanya, tokoh agama tersebut menjelaskan kondisi NKRI yang sudah carut marut mulai dari sistem kenegaraan hasil amandemen sampai politik mafia di segala bidang akibat dari kepemimpinan negara yang lemah. Kemudian Boediono bertanya kepada tokoh agama tersebut, apa yang bisa diperbuat ? dalam pertemuan tersebut, Boediono disarankan untuk mengundurkan diri dari jabatan Wapres bersama jajaran menteri profesional non-partai agar selamat bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Kemudian, niat Boediono mengundurkan diri berhasil dicegah atau digagalkan oleh JK dan secara diam-diam telah main mata dengan Sri Mulyani Indrawarti (SMI) yang sudah mendapat back-up dari Washington. JK mengatakan: “Untuk apa Pak Boediono mengundurkan diri ? nanti yang diuntungkan Djoko Suyanto, akhirnya tentara lagi yang memimpin kalau SBY lengser di tengah jalan seperti Pak Harto. Sementara Bu Sri Mulyani sudah sepakat bergabung dengan saya. Saya kan sudah tua, jadi tugas saya menyiapkan yang muda seperti Bu Sri Mulyani ini. Peranan Amerika kan sudah terbukti sebagaimana 2004 dan 2009.
Dengan pandangan dan saran tersebut, kontan Boediono sepakat dengan JK untuk mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri.
Mengapa JK bertekad untuk menghalau atau mencegah Djoko Suyanto dengan melempar isu bahwa Djoko mau melengserkan SBY di tengah jalan, kepada Bodiono...???
Inilah dagangan yang paling ampuh pasalnya SBY mau bertahan sampai 2014, sementara Cikeas dan kroni-kroninya di bawah kendali Ani Yudhoyono yakin 100% bahwa pergantian kekuasaan aman dan terkendali dan harus jatuh ke tangan Cikeas lagi. Cara yang paling aman adalah membuat “kudeta terkendali” dengan Djoko Suyanto merapat Akbar Tandjung untuk sekaligus membantu memecah kekuatan Golkar. Skenario ini sekaligus menjajagi pasangan Djoko Suyanto dengan Agung Laksono di peperangan 2014 nanti. Dengan skenario itu pula Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat berani sesumbar “siap digantung” di Monas.
Di sinilah SBY berada di persimpangan jalan, mau “soft landing” macam apa...??? bertahan hingga 2014 atau kudeta terkendali skenario dapur Cikeas. Kondisi ini JK mengetahui secara persis, maka dagangannya “aman hingga 2014” langsung dibeli kontan oleh SBY. Dahlan Iskan penciumannya cukup tajam dan langsung merapat ke kroni lamanya, yakni JK. Prinsipnya sama-sama pedagang, yang penting main dulu sambil membaca situasi dan kondisi. Soal jualan kemana dipikir belakangan, permainannya bisa zig-zag tergantung kekuatan sesaat seperti halnya dalam dunia persilatan. Itulah prinsip pedagang tidak ada menang-kalah, yang ada untung, artinya ikut siapa-pun yang akan keluar jadi pemenangnya.

5.3 Kartu-kartu yang Dimainkan.

Dalam sebuah ungkapan Jenderal William J. Donovan, kepala Dinas Strategis Amerika di zaman presiden Roosevelt, dikatakan bahwa: intelijen harus bersifat global dan totaliter, dan seperti yang sudah ditulis di bagian depan tentang merekam jejak CIA di Indonesia, bahwa tangan kuat dibutuhkan di setiap ibu kota negara dari Damaskus sampai Jakarta agar kartu-kartu domino yang dimainkan Amerika tidak tumbang, maka perlu dikaji ulang dan dicermati apakah Washington akan memainkan satu kartu atau juga memainkan beberapa kartu cadangan yang lain. Tentunya, Amerika sangat berkepentingan siapa yang akan menjadi pemenang di 2014 nanti. Jika Pemilu dan Pilpres 2014 masih ada, konon sebuah sumber mengatakan bahwa Jenderal Polisi Sutanto dipersiapkan sebagai salah satu kandidat yang juga sudah dipersiapkan. Sekarang sedang “cooling down” dulu setelah berhenti dari Badan Intelijen Negara, sambil mencermati dan mengamati dinamika politik yang berkembang.
Skenario yang dibawa Sutanto konon justru bertolak belakang dengan JK karena misi Sutanto adalah bagaimana membesarkan Sri Mulyani Indrawati (SMI) untuk kemudian dijadikan tumbal.
Sedangkan di sisi lain, ada mantan guru besar Kasal Laksamana Slament Subianto yang sudah diundang ke Moskow nampaknya belum banyak melakukan manuver selain bergerak di dalam Majelis Kebangsaan Panji Nusantara.

5.4 Bocornya Rapat Rahasia Presiden.

Tanggal 15 Mei 2012 malam, Presiden SBY mengadakan rapat rahasia di istana kepresidenan khusus membahas masalah direksi pertamina dan korupsi petral singapor sebagai anak perusahaan Pertamina. Dalam rapat rahasia dan sangat terbatas tersebut, presiden hanya mengundang: Mensesneg, Menteri ESDM, Meneg BUMN, Menteri Perdagangan dan Dirut Pertamina. Ternyata rapat penting yang sangat rahasia tersebut “bocor” dan tidak sampai 24 jam materi rapat presiden dengan para menteri terbatas bisa diketahui publik lewat sosial media twitter. Presiden marah, istana heboh dan publik juga heboh, media ramai mempersoalkan rapat yang begitu penting dan rahasia bisa bocor lewat twitter.
Kenapa sampai bocor, apakah istana sudah tidak steril lagi ? Presiden pantas untuk galau dan marah. Persoalannya bukan hanya marah-marah, tetapi siapa dan apa motif membocorkan rapat rahasia top eksekutif negeri ini. Jika istana sudah tidak steril lagi, alangkah berbahayanya keamanan negeri ini dan apa jadinya jika rapat-rapat kabinet serta informasi rahasia istana bisa bocor dengan mudahnya terlepas dari siapa yang membocorkan apakah salah satu diantara mereka peserta rapat yang hadir atau ada penyadapan, tapi yang pasti SBY sangat gusar dengan kebocoran rahasia negara ini karena sudah mencoreng mukanya secara politis, terkait dengan kewibawaan istana dan keamanan negara. Dapat dipastikan ada “hidden agenda” di balik kebocoran rapat rahasia tersebut kepada publik, karena sebelumnya Meneg BUMN telah memecat Umar Said sebagai Komisaris Utama Pertamina yang selama ini menjadi tangan dan mata telinga Presiden di Pertamina. Begitu pula dengan usulan perombakan Direksi Pertamina yang terkait dengan jaringan mafia minyak untuk pengadaan dan pembelian BBM dalam negeri.
Inilah hasil Reformasi yang sangat liberalistik dimana “ruang privasi” Presidenpun sudah menjadi “ruang publik”, sehingga akhirnya rezim Reformasi yang sekarang berkuasa sedang menuai badai.

5.5 Dapur Cikeas Mulai Berantakan.

Menjelang habis masa kepresidenan SBY apakah sampai 2014 atau terhenti di tengah jalan karrena situasi dan dinamika yang berkembang, maka SBY mencoba berusaha membangun aliansi dengan kelompok tertentu baik di dalam maupun di luar negeri. Aliansi yang sudah dibangun dengan luar negeri adalah tokoh-tokoh negara-negara G20 terutama dengan Washington, sedangkan di dalam negeri selain merapat lagi ke JK yang masih memiliki pengaruh politik, SBY juga mendekati Prabowo Subianto dan PDIP. Sayangnya aliansi yang dibangun bukan untuk kepentingan nasional, tapi untuk menyelamatkan diri dan keluarganya pasca masa kepresidenan habis, jangan sampai nasibnya seperti Ferdinand Marcos, mantan Presiden Philipina yang mati di pengasingan karena diusir oleh gerakan “people power”.
Oleh karena itu aliansi yang dibangun adalah guna mencari selamat untuk mengantarkannya sampai 2014 atau jika harus berhenti di tengah jalan, maka rezim berikutnya tidak sampai membongkar dan mempermaslahkan semua kebobrokan, kecurangan dan ketidakberesan yang telah dilakukan selama berkuasa bersama kroni-kroninya.
Dalam day to day politik itulah sebenarnya yang dilakukan oleh Djoko Suyanto kenapa merapat ke kubu Akbar Tandjung adalah untuk mengimbangi kekuatan Aburizal Bakrie sekaligus memecah Golkar dari dalam. Di lain pihak ada kelompok “petualang politik” yang menghembuskan isu dan menghendaki agar Ani Yudhoyono mencalonkan diri menjadi Capres 2014. Persoalannya adalah “dapur Cikeas mulai berantakan”. Antara Hartati Murdaya dengan kroni-kroni lainnya saling berbeda motif dan tujuannya apalagi para petualang atau oportunis sebagian besar terdiri dari “kutu loncat”. Selama ini bukannya membangun jaringan aliansi strategis melainkan hanya menjadi beban dengan “mendompleng kekuasaan dapur Cikeas” untuk menekan ke sana kemari demi keuntungan dan kepentingan pribadi masing-masing.
Memang ironis, SBY yang tadinya disanjung dan dipuja seperti dewa, sekarang sudah mulai ditinggalkan kroni-kroninya sebagai hukum karma karena menjelang dan selama berkuasa SBY juga telah banyak meninggalkan, melupakan bahkan mencampakkan teman-teman seperjuangan. Yahya Ombara dalam bukunya berjudul: “Presiden Flamboyan SBY” Yang Saya Kenal – 2007, halaman 485 – 487 adalah memberikan pembenaran bahwa SBY hanya menyenangkan sebagian kecil pendukungnya dan pengikutnya tapi dia membiarkan begitu saja sebagian besar yang lain. Fenomena tersebut seperti berkorelasi dengan sikapnya yang acuh tak acuh terhadap segala ikatan koalisi, ikatan pendukung, ikatan primordial dan lain sebagainya, sejak menjadi presiden. SBY memang siap untuk tidak populis, tepatnya tidak populis di dalam negeri tetapi popular di luar negeri. Contohnya menaikkan harga BBM, meskipun rakyat tercekik tetapi namanya justru popular di internasional. Masalah GAM dia selesaikan melalui kesepakatan damai di Helsinki, sementara dia tidak peduli dengan aspirasi dalam negeri yang menyikapi MOU tersebut. SBY selalu muncul seakan-akan bukan karena kemauannya melainkan oleh adanya sejumlah fakta dan fenomena serta pihak yang membutuhkan, hal ini memang merupakan bagian dari pencitraan yang dibangun dengan kemunafikan dan kebohongan. Dengan sikap sombongnya pernah mengatakan bahwa “dirinya menjadi besar bukan karena orang lain, tapi karena dirinya sendiri” sehingga pada akhirnya lagu yang biasa dinyanyikan yakni KU KAN SAMPAI DI SANA diganti dengan KU SENDIRI LAGI-----------------------

Dikutip Dari Buku:
"Reformasi Gagal; Selamatkan NKRI" oleh Wisnu HKP Notonagoro, Penerbit: Indonesia Press, Diterbitkan di Jakarta, pada Agustus 2012, halaman 166-178.
Interaksi Dinamika Nasional Dan Kepentingan Global

Oleh M. Sir Hasanal Kholqi pada 16 Februari 2013 pukul :24 ·

5. Interaksi dinamika nasional dan kepentingan global

Sepanjang pemerintahannya sejak 2004 dan periode kedua 2009 hingga buku ini di tulis, SBY prsktis tidak banyak berbuat untuk kepentingan bangsa dan negaranya karena waktu, tenaga, dan pikiranya lebih banyak di abdikan untuk kepentingan global. Selain harus menuruti perintah majikannya yakni neolib internasional, pada periode ke dua masa jabatan kepresidenya praktis SBY sudah menjadi ”LAME DUCK” atau “BEBEK LUMPUH” yang sudah tidak produktif lagi. Menurut majalah ekonomist: “Barely half way through his second term, Mr. Yudhoyono alredy looks like a lame duck”.

5.1 Perang 2014 sudah di mulai.

Mencermati dinamika nasional yang berkembang dan pengaruh serta kepentingan global, saat ini perang 2014 sudah di mulai. Dalam peperangan yang penuh dengan “TRICK” dan “INTRICK” ternyata justru terjadi di kalangan istana. Dapur cikeas panik pasalnya siapa lagi kalau bukan ulah Meneg BUMN Dahlan iskan. Karir politik Dahlan Iskan telah di design dari dapur Cikeas oleh Hartati Murdaya, Budi sStiawan (Mantan Dirjen Agama Budha dan Ani Yudhoyono sendiri. Awalnya Dahlan Iskan di tugasi untuk membersihkan PLN dari “KEROYOKAN” supplier-supplier yang mengatas namakan Partai Demokrat sehingga bisnis kelompok Murdaya menjadi semakin kecil. Tugas tersebut oleh dahlan iskan telah berhasil di laksanakan dengan baik, sehingga akhirnya lewt jalan Tol Cikeas dapat melenggang dengan tenang untuk di promosikan menjadi Meneg BUMN. Namun bagai di sambar petir di siang hari bolong, ketika menjabat Meneg BUMN sekonyong-konyong di temukan bukti-bukti yang menunjukka bahwa Dahlan Iskan secara tenang-tenangan main mata dengan Jusuf Kalla (JK) yakni sahabat lamanya yang pernah memback-up berkembangnya koran RADAR di hampir setiap kota untuk menekan TRIBUN-nya KOMPAS.
Banyak kalangan membaca langkah Dahla Iskan meniru cara Abu Rizal Bakrie dalam meniti karir politiknya yakni, pertama “MBALELO” kepada konglomerat yang menjadikan dan menolongnya masuk kedalam arena politik, kemudian selanjutnya membangun pencitraan dirinya supaya di perhitungkan di pelataran Politik Nasional. Banyak hal Dahlan Iskan ternyata lebih piawai di bandingkan Abu Rizal Bakrie dalam membangun pencitraan karna ibarat media Dahlan Iskan tahu bagaimana selera pembaca. Namun karena keduanya sama-sama berangkat dari bisnis yang kurang bersih dalam memperkaya diri, sehingga keduanya mudah di kendalikan dengan “REMOTE CONTROL”. Bagi kacamata inteligen, ini adalah justru sangat memudahkan dalam mendeteksi pencitraan yang di bangun dan respon kepercayaan masyarakat kepada mereka. Fenomena Dahlan Iskan yang “NOTHING TO LOOSE” dan penuh kepasrahan karena hampir mati sewaktu operasi cangkok hati di China, patut di cermati dan di baca secara seksama bagaimana dia memainkan perannya, dagangan politiknya dan kemana arahnya akan di persembahkan atau hanya sekedar bermain untuk jualan kepada yang jelas nanti sebagai potensial pemenang.

5.2 Ada apa dengan SBY dan Istrinya?

Apa benar keduanya sudah tidak sejalan dalam setrategi 2014 sekaligus strategi penyelamatan kroni-kroninya pasca SBY berkuasa. Bagaimana ceritanya bahwa Jusuf Kalla tiba-tiba menjadi berperan penting.
Alkisah, adalah kira-kira pada pertengahan tahun 2011 Wapres Boediono bertemu dengan salah satu tokoh keagamaan. Dalam perbincangan kurang lebih dua jam lamanya, tokoh agama tersebut menjelaskan kondisi NKRI yang sudah carut marut mulai dari sistem kenegaraan hasil amandemen sampai politik mafia di segala bidang akibat dari kepemimpinan negara yang lemah. Kemudian Boediono bertanya kepada tokoh agama tersebut, apa yang bisa diperbuat ? dalam pertemuan tersebut, Boediono disarankan untuk mengundurkan diri dari jabatan Wapres bersama jajaran menteri profesional non-partai agar selamat bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Kemudian, niat Boediono mengundurkan diri berhasil dicegah atau digagalkan oleh JK dan secara diam-diam telah main mata dengan Sri Mulyani Indrawarti (SMI) yang sudah mendapat back-up dari Washington. JK mengatakan: “Untuk apa Pak Boediono mengundurkan diri ? nanti yang diuntungkan Djoko Suyanto, akhirnya tentara lagi yang memimpin kalau SBY lengser di tengah jalan seperti Pak Harto. Sementara Bu Sri Mulyani sudah sepakat bergabung dengan saya. Saya kan sudah tua, jadi tugas saya menyiapkan yang muda seperti Bu Sri Mulyani ini. Peranan Amerika kan sudah terbukti sebagaimana 2004 dan 2009.
Dengan pandangan dan saran tersebut, kontan Boediono sepakat dengan JK untuk mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri.
Mengapa JK bertekad untuk menghalau atau mencegah Djoko Suyanto dengan melempar isu bahwa Djoko mau melengserkan SBY di tengah jalan, kepada Bodiono...???
Inilah dagangan yang paling ampuh pasalnya SBY mau bertahan sampai 2014, sementara Cikeas dan kroni-kroninya di bawah kendali Ani Yudhoyono yakin 100% bahwa pergantian kekuasaan aman dan terkendali dan harus jatuh ke tangan Cikeas lagi. Cara yang paling aman adalah membuat “kudeta terkendali” dengan Djoko Suyanto merapat Akbar Tandjung untuk sekaligus membantu memecah kekuatan Golkar. Skenario ini sekaligus menjajagi pasangan Djoko Suyanto dengan Agung Laksono di peperangan 2014 nanti. Dengan skenario itu pula Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat berani sesumbar “siap digantung” di Monas.
Di sinilah SBY berada di persimpangan jalan, mau “soft landing” macam apa...??? bertahan hingga 2014 atau kudeta terkendali skenario dapur Cikeas. Kondisi ini JK mengetahui secara persis, maka dagangannya “aman hingga 2014” langsung dibeli kontan oleh SBY. Dahlan Iskan penciumannya cukup tajam dan langsung merapat ke kroni lamanya, yakni JK. Prinsipnya sama-sama pedagang, yang penting main dulu sambil membaca situasi dan kondisi. Soal jualan kemana dipikir belakangan, permainannya bisa zig-zag tergantung kekuatan sesaat seperti halnya dalam dunia persilatan. Itulah prinsip pedagang tidak ada menang-kalah, yang ada untung, artinya ikut siapa-pun yang akan keluar jadi pemenangnya.

5.3 Kartu-kartu yang Dimainkan.

Dalam sebuah ungkapan Jenderal William J. Donovan, kepala Dinas Strategis Amerika di zaman presiden Roosevelt, dikatakan bahwa: intelijen harus bersifat global dan totaliter, dan seperti yang sudah ditulis di bagian depan tentang merekam jejak CIA di Indonesia, bahwa tangan kuat dibutuhkan di setiap ibu kota negara dari Damaskus sampai Jakarta agar kartu-kartu domino yang dimainkan Amerika tidak tumbang, maka perlu dikaji ulang dan dicermati apakah Washington akan memainkan satu kartu atau juga memainkan beberapa kartu cadangan yang lain. Tentunya, Amerika sangat berkepentingan siapa yang akan menjadi pemenang di 2014 nanti. Jika Pemilu dan Pilpres 2014 masih ada, konon sebuah sumber mengatakan bahwa Jenderal Polisi Sutanto dipersiapkan sebagai salah satu kandidat yang juga sudah dipersiapkan. Sekarang sedang “cooling down” dulu setelah berhenti dari Badan Intelijen Negara, sambil mencermati dan mengamati dinamika politik yang berkembang.
Skenario yang dibawa Sutanto konon justru bertolak belakang dengan JK karena misi Sutanto adalah bagaimana membesarkan Sri Mulyani Indrawati (SMI) untuk kemudian dijadikan tumbal.
Sedangkan di sisi lain, ada mantan guru besar Kasal Laksamana Slament Subianto yang sudah diundang ke Moskow nampaknya belum banyak melakukan manuver selain bergerak di dalam Majelis Kebangsaan Panji Nusantara.

5.4 Bocornya Rapat Rahasia Presiden.

Tanggal 15 Mei 2012 malam, Presiden SBY mengadakan rapat rahasia di istana kepresidenan khusus membahas masalah direksi pertamina dan korupsi petral singapor sebagai anak perusahaan Pertamina. Dalam rapat rahasia dan sangat terbatas tersebut, presiden hanya mengundang: Mensesneg, Menteri ESDM, Meneg BUMN, Menteri Perdagangan dan Dirut Pertamina. Ternyata rapat penting yang sangat rahasia tersebut “bocor” dan tidak sampai 24 jam materi rapat presiden dengan para menteri terbatas bisa diketahui publik lewat sosial media twitter. Presiden marah, istana heboh dan publik juga heboh, media ramai mempersoalkan rapat yang begitu penting dan rahasia bisa bocor lewat twitter.
Kenapa sampai bocor, apakah istana sudah tidak steril lagi ? Presiden pantas untuk galau dan marah. Persoalannya bukan hanya marah-marah, tetapi siapa dan apa motif membocorkan rapat rahasia top eksekutif negeri ini. Jika istana sudah tidak steril lagi, alangkah berbahayanya keamanan negeri ini dan apa jadinya jika rapat-rapat kabinet serta informasi rahasia istana bisa bocor dengan mudahnya terlepas dari siapa yang membocorkan apakah salah satu diantara mereka peserta rapat yang hadir atau ada penyadapan, tapi yang pasti SBY sangat gusar dengan kebocoran rahasia negara ini karena sudah mencoreng mukanya secara politis, terkait dengan kewibawaan istana dan keamanan negara. Dapat dipastikan ada “hidden agenda” di balik kebocoran rapat rahasia tersebut kepada publik, karena sebelumnya Meneg BUMN telah memecat Umar Said sebagai Komisaris Utama Pertamina yang selama ini menjadi tangan dan mata telinga Presiden di Pertamina. Begitu pula dengan usulan perombakan Direksi Pertamina yang terkait dengan jaringan mafia minyak untuk pengadaan dan pembelian BBM dalam negeri.
Inilah hasil Reformasi yang sangat liberalistik dimana “ruang privasi” Presidenpun sudah menjadi “ruang publik”, sehingga akhirnya rezim Reformasi yang sekarang berkuasa sedang menuai badai.

5.5 Dapur Cikeas Mulai Berantakan.

Menjelang habis masa kepresidenan SBY apakah sampai 2014 atau terhenti di tengah jalan karrena situasi dan dinamika yang berkembang, maka SBY mencoba berusaha membangun aliansi dengan kelompok tertentu baik di dalam maupun di luar negeri. Aliansi yang sudah dibangun dengan luar negeri adalah tokoh-tokoh negara-negara G20 terutama dengan Washington, sedangkan di dalam negeri selain merapat lagi ke JK yang masih memiliki pengaruh politik, SBY juga mendekati Prabowo Subianto dan PDIP. Sayangnya aliansi yang dibangun bukan untuk kepentingan nasional, tapi untuk menyelamatkan diri dan keluarganya pasca masa kepresidenan habis, jangan sampai nasibnya seperti Ferdinand Marcos, mantan Presiden Philipina yang mati di pengasingan karena diusir oleh gerakan “people power”.
Oleh karena itu aliansi yang dibangun adalah guna mencari selamat untuk mengantarkannya sampai 2014 atau jika harus berhenti di tengah jalan, maka rezim berikutnya tidak sampai membongkar dan mempermaslahkan semua kebobrokan, kecurangan dan ketidakberesan yang telah dilakukan selama berkuasa bersama kroni-kroninya.
Dalam day to day politik itulah sebenarnya yang dilakukan oleh Djoko Suyanto kenapa merapat ke kubu Akbar Tandjung adalah untuk mengimbangi kekuatan Aburizal Bakrie sekaligus memecah Golkar dari dalam. Di lain pihak ada kelompok “petualang politik” yang menghembuskan isu dan menghendaki agar Ani Yudhoyono mencalonkan diri menjadi Capres 2014. Persoalannya adalah “dapur Cikeas mulai berantakan”. Antara Hartati Murdaya dengan kroni-kroni lainnya saling berbeda motif dan tujuannya apalagi para petualang atau oportunis sebagian besar terdiri dari “kutu loncat”. Selama ini bukannya membangun jaringan aliansi strategis melainkan hanya menjadi beban dengan “mendompleng kekuasaan dapur Cikeas” untuk menekan ke sana kemari demi keuntungan dan kepentingan pribadi masing-masing.
Memang ironis, SBY yang tadinya disanjung dan dipuja seperti dewa, sekarang sudah mulai ditinggalkan kroni-kroninya sebagai hukum karma karena menjelang dan selama berkuasa SBY juga telah banyak meninggalkan, melupakan bahkan mencampakkan teman-teman seperjuangan. Yahya Ombara dalam bukunya berjudul: “Presiden Flamboyan SBY” Yang Saya Kenal – 2007, halaman 485 – 487 adalah memberikan pembenaran bahwa SBY hanya menyenangkan sebagian kecil pendukungnya dan pengikutnya tapi dia membiarkan begitu saja sebagian besar yang lain. Fenomena tersebut seperti berkorelasi dengan sikapnya yang acuh tak acuh terhadap segala ikatan koalisi, ikatan pendukung, ikatan primordial dan lain sebagainya, sejak menjadi presiden. SBY memang siap untuk tidak populis, tepatnya tidak populis di dalam negeri tetapi popular di luar negeri. Contohnya menaikkan harga BBM, meskipun rakyat tercekik tetapi namanya justru popular di internasional. Masalah GAM dia selesaikan melalui kesepakatan damai di Helsinki, sementara dia tidak peduli dengan aspirasi dalam negeri yang menyikapi MOU tersebut. SBY selalu muncul seakan-akan bukan karena kemauannya melainkan oleh adanya sejumlah fakta dan fenomena serta pihak yang membutuhkan, hal ini memang merupakan bagian dari pencitraan yang dibangun dengan kemunafikan dan kebohongan. Dengan sikap sombongnya pernah mengatakan bahwa “dirinya menjadi besar bukan karena orang lain, tapi karena dirinya sendiri” sehingga pada akhirnya lagu yang biasa dinyanyikan yakni KU KAN SAMPAI DI SANA diganti dengan KU SENDIRI LAGI-----------------------

Dikutip Dari Buku:
"Reformasi Gagal; Selamatkan NKRI" oleh Wisnu HKP Notonagoro, Penerbit: Indonesia Press, Diterbitkan di Jakarta, pada Agustus 2012, halaman 166-178.

No comments: