Tuesday, February 19, 2013

MENYAMBUT KEPEMIMPINAN IDEAL DI TENGAH MARAKNYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL


   Latar Belakang
Kepemimpinan di Indonesia sekarang di tengah situasi yang masih serba terbelakang dan miskin prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, karena sulitnya Indonesia  mencari pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana  para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin, lain hal dengan kepemimpinan transformasional yang mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi-tingginya agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.
Kekuasaan adalah suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat terutama sosok pemimpin. Maka dari itu, tentunya orang yang berkuasa harus benar – benar dapat membawa masyarakat kearah kemajuan dan bukan sebaliknya malah membebani masyarakat dengan segala kebijakannya yang hanya berpihak pada kepentingan golongan tertentu saja. Oleh karena itu, dalam memilih pemimpin yang nantinya akan berkuasa, maka kita harus mempunyai beberapa kriteria untuk dijadikan acuan sehingga pemimpin yang kita pilih nantinya benar-benar merupakan seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan dapat membawa masyarakat kearah kemajuan atau kehidupan yang lebih baik.
Untuk itu pada makalah saya akan membahas pemimpin, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan ideal yang dibutuhkan masyarakat indonesia saat ini. Sehingga kita bisa mengetahui gaya kepemimpinan yang khas dari mereka. Dan diharapkan kita akan mampu untuk mengetahui gaya kepemimpinn apakah yang sekarang dibutuhkan di Indonesia agar Indonesia berani tampil dan bersaing dengan negara lain, sehingga keberadaannya akan diakui dan dihormati.  
  
PEMBAHASAN
A.     Arti Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin adalah orang yang memimpin. Memimpin menurut kamus bahasa Indonesia artinya membimbing, menuntun, mengarahkan, mengepalai. Jadi pemimpin adalah orang yang mampu membimbing, menuntun, mengarahkan, ataupun mengepalai. Sedangkan kepemimpinan adalah cara – cara yang dilakukan dalam memimpin tersebut. Atau menurut Mumford 1906-1907) Kepemimpinan adalah sebagai keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial. Menurut Chapin (1924) kepemimpinan adalah titik sentral untuk kerja sama kelompok. Dan Knickerbocker (1948) berpendapat bahwa bila dilihat dari kerangka dinamika tingkah laku sosial, kepemimpinan adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu dan terdiri dari hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Seorang pemimpin tidak selalu identik dengan penguasa. Ada banyak pemimpin yang tidak memiliki kekuasaan dan sebaliknya ada banyak penguasa yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Rakyat, semakin hari semakin kritis, mampu membedakan mana pemimpin dan mana penguasa. Rakyat butuh pemimpin dan bukan penguasa. Karena untuk dapat mengarahkan ataupun membimbing rakyat kearah kemajuan yang dibutuhkan adalah orang yang cerdas, baik cerdas intelektual, emosional, maupun spiritual atau dalam hal ini adalah seorang pemimpin dan bukan orang yang hanya memiliki kekuasaan.


B.     Kepemimpinan Transaksional
                 Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi peerselisihan industrial.
                 Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Taman Rekreasi yang akan meloncat jika pelatihnya memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-lumba tidak akan meloncat.
a.  Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:   Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
b.  Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
c.  Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan para  pengikutnya.
d.  Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.
e  Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial.

            Yang lebih miris lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam inilah yang menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya menjadi slogan yang sering diucapkan, tanpa dipraktikkan. Hal ini sangat bertentangan dangan firman Allah Swt dalam surah Shaff ayat 2-3:

 “Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Shaff [61]: 2-3)


C.     Bekal Dasar Seorang Pemimpin
Dalam kepemimpinan, ada tiga bekal dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Yakni memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Idealnya pimpinan yang bijaksana adalah pemimpin yang memiliki ketiga faktor tersebut. Sekarang ini kecerdasan intelektual saja tidak cukup dalam memimpin. Banyak pemimpin yang luar biasa cerdas tapi gagal dalam kepemimpinannya karena pemimpin tersebut tidak memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Seorang pemimpin sudah pasti mampu mengelola kemampuan otaknya agar tidak gagap ketika menghadapi persoalan seberat apa pun. Karena tugas dan tanggung jawab yang dipikulnya amat berat, kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki. Seorang pemimpin tidak hanya dituntut untuk mampu mengatur anak buahnya ataupun rakyatnya akan tetapi juga harus mampu dalam memberdayakan potensi yang dimilikin anak buahnya. Ia mampu membangun strategi, mancari peluang dan mengantisipasi setiap bentuk ancaman yang menghadang didepan mata. Pemimpin yang cerdas otaknya akan cepat dalam memahami persoalan dan tepat dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, tugas-tugasnya dan target kerja dapat terpenuhi. Suatu negara yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual akan memiliki harapan untuk selalu eksis dalam menyesuaikan diri dengan laju perubahan. Ketika perubahan mengalami percepatan yang signifikan, maka seorang pemimpin pun dituntut untuk memiliki kemampuan yang signifikan.
 Bekal dasar kedua yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan emosional. Yang dimaksud kecerdasan emosi adalah kecerdasan dalam membangun hubungan dengan sesama manusia. Seorang pemimpin harus bisa membangun kerja sama dengan anak buahnya dalam usaha mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Salah satu substansi dari kepemimpinan adalah bagaimana mempengaruhi orang lain untuk mau mengikuti arahan ataupun bimbingan dari kita. Sehingga seorang pemimpin dituntut untuk dapat membangun hubungan baik dengan bawahannya sendiri ataupun rakyatnya juga dapat membangun hubungan dengan bangsa lain untuk menjalin kerjasama. Untuk dapat membangun hubungan yang baik tersebut, maka seorang pemimpin harus pandai membawa diri ketika menghadapi orang lain atau dalam hal ini tahu menepatkan diri ketika harus berhadapan dengan rakyat biasa, cendikiawan, bawahan, ataupun negara lain.
Sejak terbukti secara ilmiah dan disepakati secara global bahwa kecerdasan emosilah yang lebih menentukan kesuksesan dari seseorang, kecerdasan emosi ini dikaitkan dengan banyak hal. Salah satunya adalah kepemimpinan.
Adapun komponen kecerdasan emosi yang diperlukan dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1.       Kompetensi Pribadi (Intrapersonal Skill)
      Kompetensi Pribadi melibatkan dua domain kecerdasan emosi yaitu:
a.  Kesadaran diri. Kesadaran ini adalah rasionalitas untuk memahami diri sendiri menyangkut kelebihan (Strength), kelemahan (Weakness), tantangan atau peluang (Opportunity) yang bisa didapat dan ancaman (Thread) yang dapat mengganggu sesuai dengan karakter yang dimiliki. Analisa ini dikenal dengan singkatan SWOT. Kesadaran ini kemudian akan berlanjut pada penilaian pada diri yang akurat dan pembentukan kepercayaan diri
b.  Pengelolaan Diri. Pengelolaan diri adalah kemampuan untuk memanfaatkan secara optimal analisa SWOT menjadi sebuah pemberdayaan diri melalui kemampuan untuk meyesuaikan diri dengan lingkungan, kemampuan untuk berinisiatif, kemampuan menetapkan terget dan kemampuan untuk membangun sikap optimis.
2.       Kompetensi Sosial (Interpersonal Skill)
Kompetensi Sosial melibatkan dua domain kecerdasan emosi yaitu:
a. Kesadaran sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk berempati terhadap orang-orang yang dipimpin. Empati yang menyebar pada orang-orang yang berada pada satu organisasi akan menjadi sebuah kesadaran organisasional yang berorientasi pada kesadaran untuk pelayanan bukan dilayani.
b. Pengelolaan Relasi. Kemampuan untuk memberi pengaruh pada orang lain diwujudkan dalam bentuk teladan sehingga menjadi inspirational leadership, atau kepemimpinan yang menginspirasi. Ciri dari bentuk kepemimpinan ini adalah mampu menjadi katalis perubahan, mengembangkan orang lain di sekitar dan merekatkan hubungan dalam organisasi sehingga tercipta loyalitas.
               Berdsarkan tinjauan iklim emosi yang diterapakan, maka dapat dilihat perbedaan dari gaya kepemimpinan yang terdiri dari :
a.  Visioner, merupakan gaya kepemimpinan yang menggerakkan suatu organisasi ke arah impian atau pencapaian visi yang baru. Iklim emosi yang diterapkan tergolong paling positif dibandingkan gaya kepemimpinan lain.
b.  Pembimbing, merupakan gaya kepemimpinan yang menjelaskan hubungan antara aktivitas  dengan sasaran organisasi. Iklim emosi yang diterapakan tergolong positif.
c.  Afiliatif, yaitu gaya kepemimpinan yang bertujuan untuk menciptakan harmoni. Iklim emosi yang diterapkan tergolong positif.
d.  Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang menekankan pada pertisipasi anggota organisasi. Iklim emosi yang diterapkan tergolong positif.
e.  Penentu kecepatan, yaitu gaya kepemimpinan yang sesuai diterapkan saat menghadapi tantangan atau sesuatu yang menarik, juga menginginkan hasil dengan kualitas tinggi. Iklim emosi yang diterapkan kalau dilaksanakan secara buruk justru akan memperburuk situasi.
f.  Memerintah, yaitu gaya kepemimpinan pada situasi kritis dan memerlukan tindakan segera. Iklim emosi yang diterapkan kalau dilaksanakan secara buruk justru akan memperburuk situasi.

                 “Kemampuan untuk melihat kesesuaian seseorang pemimpin terletak pada penggunaan kecerdasan emosi”

Bekal dasar ketiga yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan spiritual. Pemimpin dalam dimensi dunia akhirat, mampu memimpin anak buahnya menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bertakwa, sudah pasti yang bersangkutan memiliki agama. Takwa, secara makro diartikan sebagai menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Tak peduli agama apa pun, pemimpin yang selalu mendekatkan diri kepada Tuhan akan selalu mengarahkan anak buahnya ke jalan yang benar. Ketakwaan ini menduduki rangking teratas dalam kriteria seorang pemimpin masa kini. Takwa mengandung implikasi positif terhadap pola–pola kepemimpinan, baik untuk pemimpin itu sendiri maupun orang lain. Pemimpin yang bertakwa pasti memiliki kendali diri yang kuat sehingga tidak gampang tergoda untuk melakukan tindakan–tindakan yang negatif. Pemimpin yang bertakwa akan mampu membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Dimana dengan sendirinya akan mewarnai seluruh aktivitasnya dengan nilai-nilai yang positif.
Kebanyakan kasus penyimpangan yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh rendahnya kadar ketakwaan pada seorang pemimpin. Walaupun otaknya cerdas, namun karena tidak memiliki bekal agama yang kuat, sehingga cenderung melanggar etika dan norma-norma yang berlaku. Pemimpin yang pas-pasan pengetahuan agamanya akan susah untuk membedakan mana halal dam mana haram. Bahkan tidak mustahil otaknya tidak mau dipersulit dengan perbedaan tersebut. 

D.  Pemimpin Ideal Rakyat Indonesia
Dari berbagai macam tipe kepemimpinan seperti yang telah dipaparkan secara singkat diatas, maka tentunya akan muncul suatu pertanyaan bagi kita semua pemimpin seperti apakah sebenarnya yang ideal untuk bangsa Indonesia. Secara garis besar, karena kultur bangsa Indonesia yang bermacam-macam, maka tentunya dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat menyatukan kebhinekaan yang ada di masyarakat Indonesia ini. Untuk dapat menyatukan tersebut tentunya bukanlah hal yang gampang. Pemimpin tersebut harus mengetahui betul bagaimana karakter dari bangsa Indonesia sendiri. Karena untuk dapat menentukan sikap apa yang akan kita lakukan maka kita harus tahu terlebih dahulu mengenai hal yang akan kita hadapi tersebut. Begitu juga seorang pemimpin maka ia harus tahu betul bagaimana kondisi rakyat yang akan dipimpinnya. Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki tiga bekal utama seperti yang telah dipaparkan pada bagian awal yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Karena tanpa ketiga bekal dasar tersebut maka seseorang tidak akan bisa untuk menjadi seorang pemimpin yang bertangguang jawab.
Kemampuan lain yang juga dituntut untuk dimiliki oleh pemimpin suatu negara adalah kemampuan untuk dapat memanajerial bawahannya. Sehingga pembagian peran atau tugas dari bawahan dapat berjalan maksimal. Untuk itu, pemimpin tersebut harus mampu menciptakan visi, membuat strategi, dan mampu manjadi pengontrol serta pengarah dalam pencapaian visi tersebut.
Selain itu juga, seorang pemimpin harus benar-benar memperhatikan kondisi rakyatnya secara keseluruhan dan tidak boleh hanya memperhatikan golongan tertentu saja atau orang-orang yang menengah keatas. Memperhatikan ini tidak hanya kesejahteraan saja, akan tetapi juga kondisi kesehatan dan pendidikan. Karena hal itulah yang harus diutamakan untuk dapat membawa bangsa ini kearah yang lebih baik lagi.
Gambaran garis besar lainnya tentang pemimpin ideal yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah pemimpin yang selalu berfikir untuk terus menerus meningkatkan kinerjanya dalam pencapaian pembangun berkelanjutan di Indonesia. Hidup selalu bergerak kedepan. Dimana waktu tidak pernah mundur kebelakang. Masa lalu adalah masa lalu, tidak mungkin akan melompat kemasa depan. Artinya, dalam hidup ini manusia dituntut untuk berfikir kedepan. Karena masa depan itu lebih penting daripada masa lalu walaupun masa lalu itu sangat indah. Pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik inipun telah diingatkan oleh Allah SWT dalam Surat Al Ashr ayat 1-3 yaitu :

Demi masa. Sesungguhnya semua manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasihati supaya menetapi kesabaran”. 

Seorang pemimpin yang mempunyai prinsip bahwa waktu adalah uang akan selalu berusaha untuk terus meningkatkan potensi dirinya dan juga kemajuan rakyatnya. Pemimpin yang merasakan betapa berharganya waktu pasti akan mendasari langkah-langkahnya dengan prinsip “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
Dunia selalu berubah, ia pun harus berubah pula. Pemimpin yang berpandangan positif seperti ini pasti akan mendambakan masa depan yang lebih baik daripada sekarang. Dengan kesadaran akan pentingnya waktu tersebut, maka tiada hari tanpa perbaikan prestasi. Hari-harinya akan disibukkan oleh hasrat untuk memperbaiki kinerja dan prestasinya. Ia akan melakukan segala cara untuk memperoleh hasil terbaik sehingga menguntungkan semua pihak. Dan dengan diimbangi kecerdasan spiritualnya, ia tidak akan mau merugikan orang lain yang berarti merugikan dirinya sendiri dan ia tidak akan bosan-bosannya untuk belajar apa saja untuk mewujudkan hasratnya tersebut.
Dan terakhir, gambaran seorang pemimpin ideal yaitu seorang pemimpin yang selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT. Karena sepandai-pandainya manusia, sehebat-hebatnya manusia ia hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kelemahan. Dengan selalu menyadari kelemahan dirinya, manusia pasti akan selalu melakukan kontak dengan Tuhannya. Ia akan selalu berusaha mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan selalu menghadirkan Tuhan dilubuk hatinya. Sehingga dengan bekal ketakwaannya inilah ia dapat menjalankan amanahnya dengan baik sehingga rakyat pun benar-benar diarahkan kejalan yang lebih baik juga.

 
PENUTUP

Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya semua manusia adalah pemimpin, baik memimpin dirinya sendiri maupun orang lain. Ketika harus memimpin orang lain inilah kepemimpinan menjadi suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Dasar kepemimpinan adalah mengorangkan orang. Memimpin adalah menempatkan orang pada posisinya yang semestinya. Dengan dasarnya adalah kemanusiaan, karena yang dibicarakan disini adalah kepemimpinan manusia atas manusia. Seorang pemimpin akan mendapat respek dari rakyatnya ketika pemimpin tersebut mampu memanusiakan diri mereka serta dapat menjadi teladan bagi rakyatnya tersebut.
Ada beberapa tipe kepemimpinan menurut gaya kepemimpinannya diantaranya yaitu tipe kepemimpinan otoriter, demokratis, paternalistik, dan partisipatif. Dimana pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tahu menempatkan dirinya serta mampu memahami kondisi orang yang dipimpinnya. Karena untuk dapat mengarahkan orang tentunya kita harus tahu betul akan karakter orang yang dipimpin tersebut.
Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan kekuasaan. Oleh sebab itulah, dalam memilih pemimpin kita harus mempunyai beberapa kriteria untuk dijadikan acuan sehingga kita tidak salah dalam memilih pemimpin yang nantinya akan berkuasa dan mudah-mudahan akan ada sosok pemimpin bangsa yang benar-benar  bertanggung jawab dan dapat membawa masyarakat kita kearah kemajuan atau kehidupan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Irmim, Soejitno dan Abdul Rochim. 2004, Pemimpin yang Betul-Betul Terhormat. Malang. Bayumedia Publishing
Moedjiono, Imam. 2002, Kepemimpinan dan keorganisasian. Yoyakarta. UII Press
Nggermanto, Agus. 2004, Quantum Quetiont. Bandung. Nuansa
Maxwell, John C. 2001, The 21 Irrefutable Laws Of Leadership. Batam. Interaksara
Hajar, Ibnu. 2004, Kiai Di Tengah Pusaran Politik. Jogjakarta. IRCiSoD
Al Qur’an dan Terjemahnya
Gibson, Ivancevich dan Donnely. 1993, Organisasi dan manajemen . Jakarta. Erlangga

Tulisan ini saya buat sebagai sala satu persyaratan training tingkat nasional pada 20 januari 2013- 02 Februari 2013 di Kota kediri

No comments: